Kamis, 31 Desember 2009

PENGARAHAN MEDITASI VIPASSANA BHAVANA OLEH YM. GIRIRAKKHITO MAHATHERA (PENGARAHAN I )

PENGARAHAN I

Setelah baru saja kita selesai melakukan upacara pembukaan latihan Vipassana Bhavana ini dan menguncarkan paritta-paritta khusus untuk memberkati pelaksanaan latihan ini serta memancarkan metta kepada semua mahkluk agar mereka tidak mengganggu dalam latihan ini, maka sebelum saya memberikan penjelasan tentang latihan ini, tentu saya ingin mengucapkan selamat berbahagia kepada saudara-saudara karena telah mendapatkan kesempatan serta memiliki kondisi sedemikian rupa sehingga dapat mengikuti latihan Vipassana Bhavana ini. Ini adalah karma baik saudara pada waktu kehidupan-kehidupan yang lampau, karena memang untuk bertemu dengan ajaran Sang Buddha adalah sulit sekali. Sekarang bahkan saudara bukan saja mendengar, membaca, atau mengerti ajaran-ajaran Sang Buddha, tetapi justru punya kesempatan luas untuk mempraktekkan langsung dan merealisasi apa yang telah diajarkan oleh Sang Guru Agung Buddha Gotama. Untuk mengerti sifat dan hakikat dari hidup dan kehidupan ini, lebih-lebih untuk mengerti intisari dari dhamma itu tidaklah mudah. Tidak cukup hanya dengan belajar teori atau dari membaca saja. Sebenarnya intisari dari Dhamma itu tidak lain tidak bukan adalah mengerti tentang anicca ( berubah-ubah, sementara ), dukkha (Penderitaan, kesakitan, ketidak-puasan, ketegangan ), anatta (bukan aku, bukan diri, tanpa inti yang kekal, ketiadakekalannya suatu bentuk ), sunnata (kosong, kekosongan ), tathata (kedemikianan ), dan paticca-samuppada ( sebab-musabab yang saling bergantungan ). Untuk mengerti ini, ia harus diselami, harus terjun langsung ke dalam praktek dari jalan kesucian yaitu praktek dari Vipassana Bhavana ini. Praktek dari Vipassana ini adalah praktek dari pengembangan sati dan sampajanna atau kesadaran dan kewaspadaan, untuk mencapai 7 tingkat pembersihan atau Sapta Visuddhi dan 16 tingkat pengetahuan tinggi/spiritual atau 16 Nana. Dengan kata lain, untuk mencapai pandangan terang.

Pengetahuan tentang anicca ( berubah-ubah, sementara ), dukkha (Penderitaan, kesakitan, ketidak-puasan, ketegangan ), anatta (bukan aku, bukan diri, tanpa inti yang kekal, ketiadakekalannya suatu bentuk ) dan seterusnya itu adalah pengetahuan yang istimewa sekali yang diketemukan oleh Sang Guru Agung Buddha Gotama. Pengetahuan tinggi yang tidak ada bandingannya, yang mampu berangsur-angsur mengeliminir Avijja ( kebodohan atau ketidaktahuan ) dan Tanha (nafsu-nafsu keinginan ). Terbukti murid-murid Sang Guru Agung Buddha Gotama banyak yang mencapai penghapusan dari unsur-unsur kekuatan dahsyat yang menyebabkan mahkluk-mahkluk terpaut, terseret, dicemplungkan, dijebloskan ke dalam kancah kehidupan yang penuh dengan dualism ini. Jadi sebagai hukuman atau akibat dari belum membasmi avijja dan tanha, kita berkali-kali dijebloskan ke kancah kehidupan di dunia ini, di dunia lain, atau di dunia yang masih tergolong Kama Loka. Bahkan di dunia yang tergolong Brahma Loka pun merupakan tempat hukuman bagi mereka yang belum secara tuntas menghancurkan avijja, tanha, serta antek-anteknya. Kita akan terus mengalami punabbhava atau tumimbal lahir di 31 alam kehidupan ini –terus mengalami lahir-mati, lahir-mati, atau dikatakan mengalami perputaran roda samsara ( samsara-vatta ). Untuk menghentikan perputaran samsara yang tiada hentinya ini, tidak cukup hanya dengan bermeditasi pada ketenangan atau Samatha Bhavana, tetapi harus bermeditasi kepada Kebenaran Tertinggi atau Paramatha Sacca.

Sang Buddha sendiri pun, ketika Beliau belum melaksanakan meditasi kepada Paramatha Sacca atau Kebenaran Tertinggi dari fenomena materi dan bathin, beliau belum mencapai Penerangan Sempurna ( Samma-Sambuddha ), jadi masih tetap setingkat Bodhisattva. Pandangan kelirunya pun masih ada, walaupun Beliau sudah melaksanakan pertapaan 6 tahun, tetapi belum berhasil menyelesaikan problem dari apa yang dinamakan dukkha. Jadi, walaupun Beliau sudah punya kemampuan setingkat dewa Brahma, walaupun Beliau sudah bisa ingat dengan kehidupan-kehidupan lampauNya yang mana saja, atau mungkin nomor satu di antara para bodhisattva, tetapi sebelum beliau mempraktekkan Vipassana Bhavana, yaitu bermeditasi kepada Kebenaran Tertinggi, Beliau masih tetap orang yang belum mencapai penerangan sempurna. Di sinilah harus dimengerti bahwa khusus untuk meditasi Vipassana ini yang dinamakan Asadharana Samadhi atau dalam bahasa asing disebut The Exclusive Meditation, hanyalah ditemukan oleh para Buddha. Nah, setelah Sang Buddha bermeditasi kepada kebenaran tertinggi atau Paramatha Sacca, barulah Beliau mengerti keadaan fenomena alam semesta dengan segala isinya yang sebenarnya. Jadi pada saat itu baru diketemukan Parama Sacca atau kebenaran tertinggi yang tidak bisa dibantah lagi.

Jadi, seperti yang sudah kita pelajari, bahwa kita lahir ini adalah karena kekuatan avijja dan tanha atau kebodohan dan keinginan pada masa lampau. Pada masa sekarang ini kita memupuk tanha dan upadana atau keinginan dan kemelekatan untuk nanti lahir pada masa yang akan dating. Jadi, avijja dan tanha, kemudian tanha dan upadana itulah sang pencipta yang menciptakan kita ini berputar-putar di 31 alam, dengan kondisinya masing-masing yang sangat banyak. Jadi, kita ini bukan sekedar hanya diciptakan oleh tenaga karma. Tetapi, banyak sebab yang menyebabkan.

Saudara, avijja itu siapa yang menciptakan ? Ya, saling bergantungan. Karena kita tidak belajar, maka kita bodoh. Dalam hal ini, tidak belajar apa? Sehingga kita dicengkram oleh avijja. Karena kita tidak pernah mempelajari susunan dari kelompok-kelompok kehidupan yang disebut panca-skhandha. Kita tidak pernah belajar secara mendalam. Oleh karena itulah, yang disebut manusia, disebut orang, disebut mahkluk hidup, disebut hidup, dan kehidupan.

Jadi, jasmani, perasaan, pencerapan, pikiran, dan kesadaran itu disebut hidup dan kehidupan. Dalam istilah tertentu, secara biasa disebut manusia, orang, dan mahkluk. Itu harus kita pelajari. Jika kita tidak mempelajarinya, itulah yang menyebabkan kita disebut avijja atau bodoh. Jadi, bukan karena tidak belajar bisa bikin pabrik, bikin hotel, dan sebagainya, tetapi tidak mempelajari susunan kelompok kehidupan ini yang disebut lima kelompok atau panca-skhandha. Apa jasmani itu? Terdiri dari apa ia? Faktor apa yang menjadikan ia tercipta ? Bukan saja ayah dan ibu. Tetapi, harus ada karma, harus ada temperature, harus ada sari makanan, harus ada pikiran, dan macam-macam lagi. Itu harus dimengerti. Kemudian apakah perasaan (vedana) itu? Darimana munculnya perasaan ? kalau sudah muncul, bagaimana dia? Bertahankah atau tidak bertahankah ? bagaimana sifat, hakikatnya ? itu harus dimengerti. Kemudian kelompok pencerapan atau kelompok ingatan ( sanna ), yang menyebabkan kita bisa tahu, oh, ini gedung, ini lampu, ini vihara, itu taman, itu gunung, itu laut. Itu namanya sanna, mencerap, mengetahui, mengenal, tetapi belum mampu melihat hakikat dari benda-benda dan batin. Jadi, taraf sanna ini hanya tahu, oh, ini perasaan senang, susah, dan sebagainya. Tetapi, secara terperinci dan sampai hakikatnya, dia tidak tahu. Kalau kita belajar teori, dank arena rajin belajar lalu kita bisa tahu hakikat anicca, dukha, anatta, semuanya berubah, semuanya membawa problem, semuanya kosong, tanpa inti, anatta. Tetapi, pengetahuan ini paling banter tingkatnya hanya 30 persen. Vipassana inilah yang akan meningkatkan sampai 100 persen. Kalau saudara hanya belajar dari buku, dari teori, dari mendengar saja, maka akan tetap saja 30 persen. Kalaupun naik, paling naiknya sedikit, turunnya mungkin lebih banyak. Vipassana ini yang akan mengangkat, meningkatkan menjadi apa yang disebut sebagai Nana (baca : nyana), atau pengetahuan yang bisa mengenal hakikat, dan kemudian bisa meningkat menjadi Panna (baca : pannya). Jadi, sebagai manusia, kita mempunyai tugas, yaitu untuk mencapai kemajuan.

Jadi, pertama, karena tidak mengenal panca-skhandha maka bodoh, avijja. Yang kedua, adalah karena tidak mengerti yang disebut Dvadasa Ayatani atau 12 landasan indera. Apa itu? Yaitu, mata dengan objek yang dilihat, telinga dengan suara, hidung dengan bau, lidah dengan rasa kecapan, kulit dengan sentuhan, kemudian hati dengan objek pikiran. Segala sesuatu di alam semesta ini adalah objek bagi pikiran. Karena itu, semua bisa dipikirkan oleh pikiran. Itu kita harus mengerti. Apanya yang terutama harus dimengerti ? ialah pengaruh dari kontak itu. Coba kalau kita melihat barang yang indah, kita langsung terpengaruh, kita menjadi senang, menjadi gembira. Kalau melihat barang atau benda yang buruk, kita menjadi tidak senang. Itu karena kita tidak pernah belajar untuk mengamati, maka kita disebut avijja, bodoh.

Yang ketiga, kita tidak mengenal apa yang dinamakan Attharasa Dhatuyo, yaitu delapan belas unsure atau dhatu. Atau lengkapnya, ada : cakkhu dhatu, rupa dhatu, cakkhu-vinnana dhatu, artinya : ada unsur mata, ada unsur objek yang dilihat, kemudian karena kontok lalu muncul kesadaran melihat, bukan kesadaran-mendengar, bukan kesadaran-mengecap, bukan kesadaran-membau,bukan kesadaran menyentuh, tetapi, persisnya hanya kesadaran-melihat. Demikian seterusnya. Kemudian ada telinga , ada suara, terjadi kontak, timbul kesadaran-mendengar, hanya kesadaran-mendengar, bukan kesadaran-melihat, atau yang lain-lainnya. Jadi karena mempunyai landasan indera 6, objeknya juga 6, maka, vinnana dhatu-nya juga 6, enam, ditambah enam, ditambah lagi enam, jadi semuanya 18 dhatu. Karena kita belum mengerti itu dengan mahir, maka kita dicengkram oleh avijja.

Yang keempat, yaitu karena kita tidak pernah mempelajari atau menelusuri kekuatan pengaruh dari pengamatan yang tajam disertai dengan kesadaran yang tajam, disertai dengan kebijaksanaan; jadi, perhatian, kesadaran, dan kebijaksanaan itu bergabung. Kalau kita sekarang,, hanya perhatian saja, tidak bergabung dengan kesadaran, tidak bergabung dengan kebijaksanaan. Jadi sekarang kita harus belajar mengetahui rahasia kekuatan yang luar biasa dari pengamatan yang disertai dengan kesadaran dan kebijaksanaan. Itulah yang akan bisa mengeliminir kemelekatan, nafsu, dan segala problem yang menjadi eksistensi dari paham dualisme—senang dan tidak senang, untung dan rugi, dan sebagainya. Itu akan hancur oleh pengamatan, oleh perhatian yang disertai dengan kesadaran penuh dan disertai dengan kebijaksanaan. Itu luar biasa dahsyat pengaruhnya.

Yang kelima adalah, belum mengerti tentang Empat Kebenaran Mulia, belum mengerti tentang penderitaan. Diwaktu tidak punya uang, kita menderita. Tetapi kalau dapat untung, punya duit lagi, kita merasa bahagia sekali. Mendapat kedudukan, mendapat pangkat, mendapat kemakmuran, lalu itu dirasakan bahagia. Itu namanya belum mengerti derita. Jadi, kita semuanya belum mengerti derita. Syukur, kalau 30 persen mengerti penderitaan, itu sudah baik. Kemudian, tentang sebab dari derita, hanya mengerti sedikit sekali. Konon katanya, sebabnya adalah avijja dan tanha. Itu konon. Menurut cerita, menurut buku, tetapi kita sendiri tidak menembusnya secara langsung. Apalagi yang disebut Nirodha Sacca, kebenaran tentang berhentinya derita.Ini hanya bisa direalisasi, dilihat, bilamana orang bermeditasi lalu mencapai Nirodha-Samapatti, betul-betul berhenti pikirannya. Perasaannya berhenti, tidak ada proses perasaan, tidak ada proses pikiran, jadi berhentinya proses. Karena berhentinya proses, lalu itu disebut Nirodha. Nirodha adalah identik atau sama dengan Nibbana. Apalagi prakteknya, yang disebut jalan Mulia Berunsur Delapan, itu kita belum mengerti. Oleh karena itu, dengan adanya lima sebab yang dominan ini, kita dicengkram oleh avijja. Kita sekarang sudah dicengkram oleh avijja sejak lama sekali, lalu dibelenggu oleh panca nivarana. Batin kita dihambat, dihadang, dikacau, dirintangi, dibelenggu oleh panca nivarana atau lima rintangan batin. Apa itu ? yaitu Kamacchanda, Vyapada, Thina-Middha, Uddhacca-Kukkucca dan Vicikiccha.

Demikian sedikit gambaran dari hal-hal yang akan saudara alami di dalam meditasi ini. Memang berat dan sulit untuk menghadapi dan mengatasinya. Tetapi, kalau tidak dicoba dan dilatih, tentu saudara tidak akan pernah bisa melihat dan mengenalinya, dan kemudian untuk bisa mengatasi dan merealisasi kebebasan.

Sekarang sudah waktunya saya memberikan tentang peraturan-peraturan latihan ini dan instruksi-instruksi mengenai praktek latihan ini. Jadi peraturannya, selama latihan, saudara tidak boleh berbicara, tidak berkomunikasi dengan orang lain, baik dengan member isyarat-isyarat atau tanda-tanda, berbisik-bisik juga tidak boleh, karena itu semua akan menghambat munculnya pengertian. Jadi, saudara bisa dikatakan melakukan puasa berbicara. Saudara juga tidak diperkenankan membaca, karena membaca akan membuang-buang energy dan kemudian mungkin pikiran saudara akan secara langsung dibawa kepada kecenderungan-kecenderungan tertentu. Jadi tidak bisa mencapai apa yang kita harapkan, yaitu pikiran yang memusat pada objek yang sekarang. Apa itu objek yang sekarang ? Kalau sedang memperhatikan nafas, maka objeknya adalah nafas. Kalau sedang berjalan, sedang makan, sedang mandi, sedang melihat, sedang berpikir, sedang merasa, sedang mengetahu, dll, itulah yang dimaksud dengan objek yang sekarang. Kemudian saudara jangan melibtkan diri dalam kehidupan yang biasa saudara lakukan di rumah. Misalnya, dengan sengaja, karena sudah kesal dan bosan duduk bermeditasi, lalu pakaian yang masih bersih dicuci biar ada selingan, lalu mengunting kuku, atau melipat-lipat pakaian, pokoknya ada-ada saja yang dilakukan untuk menekan kekesalan. Itu sering terjadi pada siswa-siswa yang belum berpengalaman dalam latihan ini. Kemudian juga bersandar. Siapa yang tidak enak bersandar ? Bersandar, melamun, lalu memperhatikan mobil yang lewat, memperhatikan orang-orang yang lancong kemari, diperhatikan dari ujung rambut sampai ke ujung kaki, asyik sekali. Jadi, itu harus dikurangi. Kemudian saudara tidak boleh keluar dari halaman vihara ini. Saudara harus melakukan latihan ini secara terus menerus mulai dari bangun tidur, sampai malam mau tidur, sampai sudah capek sekali, lalu kecapekan itu dirasakan betul. Kalau sudah tidak tahan lalu berbaring, kemudian dalam waktu yang singkat tidur nyenyak. Itu yang baik. Biasanya seorang peserta latihan, 6 jam tidur itu sudah cukup. Tapi, kalau sudah maju, kesadarannya sudah meningkat, kewaspadaan, perhatian sudah meningkat, nanti akan berkurang keperluan untuk tidur itu.

Begitulah kondisi dari latihan ini. Jadi, saudara bangun pukul 4 pagi, atau paling lambat pukul setengah lima pagi, kemudian cuci muka, ke kamar mandi, dan kemudian mulai melakukan latihan ini, jalan 1 jam. Setelah 1 jam jalan, lalu duduk 1 jam, kemudian jalan lagi 1 jam, duduk 1 jam. Terus demikian, hanya diselingi makan dan mandi. Waktu makan, juga harus berkonsentrasi, mandi juga berkonsentrasi. Dengan demikian, seluruh gerak-gerik jasmani dan kelak kemudian gerak-gerik perasaan, dan kelak kemudian gerak-gerik pikiran, ingatan, kesadaran, semuanya itu harus diamati dengan seksama sekali. Karena memang itulah satu-satunya jalan untuk meraih meloncatnya kesadaran ke objek yang disebut Nibbana. Seperti misalnya, kalau mau bahagia, harus tahu derita dulu. Jadi, mengalami bagaimana menderitanya, sengsaranya, kemudian kesadaran meloncat kepada kondisi yang berbahagia, nikmat, aman, nyaman. Seperti begitulah tujuan dari latihan ini. Yaitu, melihat penderitaan sejelas-jelasnya sampai tidak melekat kepada apapun, sampai melihat kehidupan ini dalam aspek yang mengerikan, menyedihkan, membahayakan, kemudian aspek jemu terhadap kehidupan ini muncul kuat sekali di dalam pikiran, kemudian aspek ingin bebas akan muncul dengan kuat sekali. Setelah itu bagaimana? Mau tidak mau, yaitu dengan meneruskan latihan. Dengan susah payah demikian, baru ada harapan, bahwa kesadaran saudara akan bisa meloncat kepada objek yang disebut tiada kejadian, atau yang disebut Nibbana.

Setelah saudara mendengar petunjuk atau insruksi ini, saudara harus melaksanakan dengan sungguh-sungguh. Jadi, pertama-tama harus melakukan sikap jalan atau cankamana, merupakan meditasi jalan dengan lebih pelan dari biasanya, penuh perhatian pada aktivitas jalan itu, sadar dengan gerakan kaki saudara. Saudara tahu, sekarang kaki saya ini bergerak naik, kemudian turun. Itulah yang kepertama diperhatikan—naik dan turunnya kaki. Lakukan begitu terus selama satu jam, kemudian, jika sudah satu jam, sekarang akan duduk. Saya ingin duduk. Pertama yang timbul adalah keinginan untuk duduk. Jadi, ketahuilah bahwa keinginan untuk duduk itu timbul. Jadi, keinginan itu yang harus diamati, oh ini ‘ingin duduk’ timbul. Setelah itu, keinginan untuk duduk ini akan menyebabkan atau mensyaratkan jasmani ini bergerak. Apakah tangan menekan tempat duduk, kemudian membungkuk, kemudian turun, kemudian pantat menyentuh tempat duduk, kemudian bersila, duduk bersila dengan permanen, kemudian berusaha menyadari nafas yang masuk dan keluar. Kalau nafas yang masuk dan keluar ini agak sulit diperhatikan, maka system Burma mengajarkan bahwa saudara bisa menempelkan tangan pada perut. Jadi, dengan cara menyentuh.

Pada waktu nafas masuk, perut akan bergerak naik. Ikuti dengan perhatian, saya mengetahui perut ini naik berbarengan dengan nafas masuk. Kemudian saya tahu bahwa kemudian nafas keluar. Berbarengan dengan nafas keluar itu, perut turun. Naik……, turun….., itu permulaan yang dicatat (dalam batin). Tetapi bagi mereka yang sudah pernah mengikuti latihan ini, silahkan membuat lebih banyak lagi catatan pengamatan. Misalnya, naik-naik-naik, berhenti, turun-turun-turun. Kemudian kalau sudah capek duduk, mulai ingin bangun, saudara catat, ingin bangun. Jadi, ingin bangun ini dicatat dulu, lalu tangan bergerak. Apa saja gerakan tangan itu, saudara ikuti, maklumi, sadari, sampai berdiri. Setelah berdiri, akan melihat apa, perhatikan dulu bahwa saya melihat anu, tetapi sekedar saja, lalu biarkan lenyap.

Kemudian jalan lagi, kaki kiri naik, turun, kaki kanan naik, turun. Nanti bisa ditambahkan, naik, maju, turun, dst. Pada waktu makan, saudara harus sadar menyendok makanan, melihat makanan, memasukkan ke mulut makanan itu, mengunyah, menelan. Kalau ada rasa tertentu, itu diamati. Maksudnya tidak lain adalah untuk mengetahui bahwa makanan itu adalah proses. Proses yang banyak sekali, sepotong-sepotong. Semua kejadian jasmani dan batin itu harus diamati, sehingga nanti akan timbul pengertian, apakah yang disebut jalan itu, apakah yang disebut makan, mandi, duduk, berbaring, dan apakah yang disebut dengan hidup itu? Itu hanyalah proses, hanya kejadian.

Hanya secara konvensional/umum, kalau kaki naik-maju-turun begini disebut jalan, kalau lebih cepat disebut lari. Padahal itu hanya proses gerak-gerik kaki saja. Nah, sedikit demi sedikit ini akan berkembang. Jadi, hidup ini hanya demikian. Hanya muncul, lalu berlangsung sebentar, kemudian berakhir, lenyap, kosong. Itu semua kosong, tanpa inti. Apapun yang indah, yang gemerlapan, itu hanya begitu-begitu saja. Kalau kesadaran kita sudah berkembang, kalau timbul pengertian tathata, berarti saudara sudah mampu mengatasi dualisme-rasa untung-rasa rugi, dll, di dalam kehidupan ini. Jadi, silahkan sekarang saudara memulai latihan ini.




* UNTUK PENGARAHAN KE II SAMPAI DENGAN PENGARAHAN YANG KE VII, MASIH DI KETIK, PENGUNJUNG BLOG YANG SAYA HORMATI,,

JADI, SILAHKAN KEMBALI LAGI NANTI.

TERIMA KASIH _/\_,,

TA,THA,,TA,,